Skip to main content

Pertama dan Semoga Bukan yang Terakhir

Setelah ini, itu, dan begitu, akhirnya saya bisa menulis dengan pikiran jernih. Saya telah mengalahkan Serpong saudara-saudara!
*yaelah....Serpong doank...*
Itu saya hitung sebagai langkah pertama saya menuju tugas perkembangan selanjutnya. Walau cuma ke Serpong, kemarin sempet muncul konflik juga lho dalam diri saya. Karena alasan berikut; tidak ada saudara atau tempat inepan yang bisa mengakomodasi keperluan saya wawancara, ibu saya hampir tidak memperbolehkan saya berangkat. Padahal saya sudah niatkan sebulad-buladnya untuk berangkat.


Nah, begitulah, setelah membeli pesanan-pesanan orang-orang Ciputat dan sekitarnya, saya berangkat. Travel BIMO adalah satu-satunya travel yang lewat daerah rumah Mbak Naren, tempat saya menginap. Kamis sore saya sampai di rumah Mbak Naren. Segera setelah saya sampai hujan pun turun, asiiikk! Tidak kehujanan. Malam itu saya berdiskusi bagaimana baiknya ketika besoknya saya menyambangi pabrik kertas warna terbesar di dunia itu. Akhirnya diputuskan, berangkatnya pakai taxi, pulangnya coba jalur angkot. Sendiri lah ya!


Rencana berangkat pukul 7.30 teng! Aaa~ ntah kenapa rencana tinggal rencana. Saya berangkat pukul 6.50 dengan tergesa-gesa dan berbekal Brownies Amanda. Pas mau berangkat, ingat kalau belum ng-print surat lamaran sama CV yang diminta. *aaaarrrggghhhh....* Akhirnya sambil berangkat, supir taxinya juga ngebut takut nggak terkejar, saya mencari-cari kalau ada rental. Karena bapaknya ngebut, saya melewati 5 rental. :(( Sempat terpikir kalau tidak akan sempat untuk ng-print yang baru. Baru saja membuka map, pak supirnya masuk ke ruko pertokoan. Ada warnet disitu + Indomart. Sekalian beli map...


Setelah menghabiskan waktu kira-kira 10 menit, perjalanan di lanjutkan. Saya lihat jam, 7.35. 
Saya tanya, "Pak, Serpong masih jauh?",
Pak Supir, "Masih jauh mbak! Setengah jam-an lagi!" 
Saya bengong, mampuuussss.....masa baru tes pertama telat sih?


Saya putuskan untuk diam saja, sambil lihat-lihat pemandangan alam jalanan yang ramai kendaraan. Dalam hati nggak putus-putus, ya Allah jangan telat, semoga alam mendukungku hari ini, please....Langkah awal yang penting nih! Please mother nature...


8.05. Saya sampai.
8.10. Selesai basa-basi sama satpamnya.
8.15. Sampai di ruang tamu.
Jreng! Isinya mayoritas laki-laki. What? Ini kan HRD yang biasanya cewek-cewek cantik mangkal??? Ada sih 3 orang perempuannya, tapi mereka asik ngobrol sendiri. Saya putuskan untuk duduk di pojok karena saya merasa terasing dari perempuan-perempuan cantik itu satu-satunya kursi kosong di ruangan. Untung nggak telat! Kemudian ada bapak satpam yang masuk dan mengatakan kalau yang mendaftar bagian produksi akan dipanggil duluan. Separuh isi ruangan keluar. Tinggal berlima, satu yang tersisa laki-laki. Kemudian ditambah lagi satu orang. jadi berapa?? 6, pintaaarrr... 
Perasaannya apa selama nunggu? Nggak karu-karuan. Bingung antara harus deg-degan dan merasa nggak perlu deg-degan. Aaahh..saya putuskan membalas sms teman-teman saya tadi pagi yang memberi dukungan.


Setelah menunggu 10 menit, yang terasa setengah jam *ah baru bentar itu mah...*, kami, yang tersisa, pun diarahkan menuju sebuah ruangan. Disini baru deh saya mengenal mereka satu-persatu. Mbak A lulusan Maranatha, satu kota dengan saya. Mbak B, lulusan Esa Unggul. Mbak C, lulusan Atmajaya. Mbak D, lulusan YAI *apa sih ini kepanjangannya?* dan Mas E, lulusan UI. Somehow, kok ya saya merasa terintimidasi. Apalagi Mbak A dan Mbak C membicarakan proses rekrutmen dan pengetesan yang pernah mereka lakukan. Mati aku! Fresh graduate bisa apa??? Saya putuskan untuk diam dan mendengarkan, siapa tau bisa saya curi ilmunya. Memang sih, tadi malam dan sebelum berangkat sudah sms-an sama teman saya yang sudah melanglang buana di dunia perekrutan. Tetap saja saya merasa terintimidasi dengan faktor-faktor bahwa mereka sudah kerja disini, disana, ngetes pake ini, itu, yang begini, yang begitu. Yeah right...Dan saya berpikir kurikulum kampus saya sangat oldfashion. Damn!


Tak berapa lama, ada bapak-bapak yang masuk. Namanya Pak Chandra Ginting, beliau inilah yang menelepon saya kemarin lusanya. Ucapan selamat datang, penjelasan perusahaan, penjelasan tentang perekrutan untuk posisi Recruitment Specialist, sampai tahapan tes. Si bapak ini juga bilang kalau mereka sudah 8 kali wawancara ini tapi belum ada yang cocok! What??? Duh Gusti, bakal berakhir seperti apakah hari ini?
Tadinya saya pikir hari itu bakal ada psikotes, makanya dibekalin kue, ternyata tidak. Tapi hari itu tesnya lebih parah dari psikotes menurut saya! haaaakkkhhh....
Si Bapak kemudian menjelaskan bahwa hari ini akan dilakukan wawancara awal terlebih dahulu, namun sebelumnya akan dilakukan tes atas pengetahuan itee dalam alat tes untuk rekrutmen perusahaan. Mampus! Soal pun dibagikan...Alamak....apa ini??? Pertanyaan yang diajukan semacam dengan ujian UAS saya mata kuliah Psikodiagnostik 5! Pertanyaannya meliputi latar belakang dan aplikasi tes Kostick dan DIsC, lalu aspek-aspeknya, lalu interpretasinya, juga dalam tes-tes Grafis. Sumpah ya...yang saya lakukan cuma senyum-senyum bingung. Syukurlah, saya sempet sms-an sama temen saya tadi, saya tanya-tanya, seenggaknya masih bisa dijawab, walaupun bagian interpretasinya nggak. Iyalah...kompetensi S1 kan memang tidak untuk menginterpretasi, walaupun saya belajar menginterpretasi sih...Tapi bukan tes Kostick dan DIsc ini! Ketidaktahuan saya atas tes ini membuat saya ingin mengusulkan kepada pihak kampus untuk bisa mengajarkan tes-tes yang lebih baru dan lebih hype, jadi begitu lulus nggak merasa bodoh-bodoh amat. Apalagi ditambah melihat saingan begitu lancar menuliskan jawaban.... (Yasudahlah-Bondan Prakoso mulai mengalun...)
Pengerjaan 'soal UAS' tadi hanya satu jam. Kemudian kami disuruh keluar ruangan dan akan dipanggil satu persatu untuk diwawancara. Saya orang ketiga yang dipanggil dan saya merasa kalau saya lebih lama berada di dalam daripada pendahulu saya. Nggak tahu juga kalau setelahnya.


Wawancara.
Aaahhh...iya. Karena pengalaman wawancara formil sebelumnya berakhir dengan tidak enak, saya mencoba mengingat apa yang terjadi di ruangan ketika itu dan meminimalisir efeknya pada yang sekarang. Efek apa katamu? Efek wawancara sebelumnya yang mengatakan bahwa saya nyatanya tidak bisa menjawab pertanyaan mudah sekalipun dan pernyataan kalau saya belum punya arah tujuan hidup. Huuuffftttt....(Apapun yang terjadi....*masihlaguyangsebelumnya*)
Saya melangkah masuk dengan riang gembira *tolong jangan dibayangkan saya melompat-lompat dan bunga-bunga bertebaran di sekitar saya*. Lebih tepatnya dengan langkah ringan dan senyum yang manis sekali yang bahkan gula pun tidak semanis senyum saya. Saya duduk, saya memberi salam, mereka memperkenalkan diri, saya memperkenalkan diri. Wawancara dimulai.


Iter Indah Kiat (IIK) : Mengapa Anda memilih perusahaan kami? Apa yang Anda harapkan?
Saya Lulu Hutaki (SLH) : berusaha rilex....Soalnya saya pengen kerja dan punya duit pak, kebetulan dari sekian banyak Bapak yang manggil saya duluan..."Saya freshgraduate yang ingin mengaplikasikan ilmu yang didapat saat kuliah, dan saya tau perusahaan ini punya prestasi tersendiri, ketika saya lihat iklan recruitment specialist yang ditawarkan saya ingin mengembangkan skill saya secara professional disini."
IIK : tapi nampaknya Anda tidak terlalu berminat disini ya? Anda lebih minatnya kemana ini?
SLH : mmmm.... lah? masa iya saya jawab sebenernya mau jadi guru TK? "Jujur, minat saya memang di Psikologi Klinis, karena saya memang tertarik dengan jurusan tersebut. Saya ingin nantinya saya bisa menjadi psikolog profesional yang bisa memahami kondisi manusia yang kompleks."
IIK : "Pantas ya, Anda sekarang bekerja di rumah sakit? Apa yang Anda lakukan disitu?"
SLH : menjelaskan A-Z dengan lancar jaya..
IKK : "kenapa Anda melamar ke perusahaan kami kalau Anda punya minat yang berbeda?"
SLH : hakh...toeng-toeng-toeng mulai berputar isi kepalanya "Mungkin pekerjaan ini adalah permulaan saya untuk mengembangkan kemampuan saya di bidang Psikologi,khususnya Perusahaan secara profesional Pak, karena walaupun saya berminat di klinis saya juga bisa melakukan pekerjaan perekrutan dengan baik. Saya seringkali ikut dalam proses rekrutmen dan psikotes yang diadakan di biro-biro psikologi." dan bla bla bla...
IIK : "Tes apa saja yang Anda kuasai dan mengerti?" Sambil melihat kertas jawaban saya yang penuh jawaban 'Saya belum pernah mempelajari mendetil serta interpretasinya'.
SLH : menyebutkan tes-tes yang diajarkan waktu jaman sekolah dan menguasai dengan baik dalam pemeriksaan apa saja.
IIK : manggutmanggut..."Tapi Kostick dan DIsC belum ya?"
SLH : "eee...belum Pak! Karena di kampus itu belum dimasukkan sebagai tes yang diajarkan." aaaaaaaaarrrrgggghhhhhh.....pertanyaan apa ini? *mendadakkesaldengankurikulumkampus, kemudian melanjutkan menjawab "Tapi saia pernah melakukan es dan koreksi untuk tes Kostick tersebut, sehingga saya paham sedikit aspek-aspeknya, tapi kalau DIsC memang belum. Saya hanya pernah dengar sedikit dari pembicaraan rekan-rekan saya." Mampus kuadrat!


Setelah dari pertanyaan ini saya cuma bisa tersenyum dan menjawab pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dengan sebisanya dan sepemahaman yang saya punya. Dan tetap, tersenyum manis. Seenggaknya Bapak iter berdua mengingat senyum saya yang manis kalau mereka memutuskan untuk tidak menghire saya. Saya mengajukan pertanyaan mengenai kesempatan-kesempatan untuk melanjutkan pendidikan saat bekerja. Ini yang membuat saya ragu, mereka mengeluarkan scholarship pada karyawan yang minimal sudah 3 tahun bekerja. Kemudian kalau bisa jam akademisnya tidak mengganggu jam kerja, kalau memutuskan lanjut pendidikan dengan biaya sendiri. Bagaimanalah itu?


Wawancara ini berakhir dengan baik, setidaknya menurut saya. Saya tidak keluar ruangan dengan muka tertutup lipatan-lipatan dan kerutan-kerutan karena diserang perasaan menyesal. Senyum saja. Pertanyaan terakhirnya,
IKK : "Apakah Anda ada rencana manikah dalam waktu dekat?
SLH : "Tidak Pak." dijawab dengan mantap dan sadar-sesadarnya lebih dari pertanyaan sebelum-sebelumnya. LOL


Langkah saya ringan. Saya telah mengalahkan jarak Bandung-Serpong. Dan saya telah memulai langkah pertama pencarian passion saya. Semoga Allah selalu menyertai jalan saya seperti waktu ini. Seperti yang pernah saya bilang sebelumnya, setidaknya saya sudah memperbaiki perasaan saya terhadap wawancara formil yang tidak menyenangkan.


Ah ya, dengan pengalaman ini juga, saya merasakan perbedaan yang nyata dengan mahasiswa-mahasiswa dari universitas lain. Misalnya, walaupun Unpad dan Maranatha itu sealiran, tetap saja dari segi alat tes Unpad masih kalah dan sooo oldfashion (ini si Mbak A yang bilang waktu kita masih di ruang tunggu, dan ketika itu dia belum tau saya anak Unpad :D). Saya setuju dengan pendapatnya. Karena saya melihat ketika kami sama-sama menjawab 'soal uas', mereka berdua, si Mbak A dan Mbak C nampaknya sudah familiar begitu. Saya juga melihat Mas E cukup bisa menjawab (walaupun sebelumnya si Mbak A berkoar-koar kalau Ui hanya kuat di teori), walaupun dia mengaku bahwa dia pun tidak mengerti. Dan Mbak B dan D adalah orang yang mungkin berada dalam posisi yang sama seperti saya, setengah-setengah tau. Aaahh...saya juga sempat sms teman saya sebelumnya yang saya sebutkan di atas untuk meminta bantuan jawaban, tapi dibalas begini "Aku lagi ngetes Eselon 4 nih...Ntar yah!" Keburu beres tesnya....hahahaha! Sungguh tiada terduga!


Balik lagi soal perbedaan pengalaman dengan alat tes. Saya jadi ingin mengusulkan ke pihak kampus bagaimana kalau tes-tes dalam psikodiagnostik yang biasa diberikan pada kami itu diganti/diberikan tambahan untuk tes-tes yang sering dipakai oleh dunia nyata. Apalagi untuk mahasiswa-mahasiswa yang tidak terlalu tune in sama yang namanya 'proyek' yang biasanya menyalurkan kesempatan mengenal dunia nyata duluan. Kan nggak semua mahasiswa dapat kesempatan untuk mroyek karena mroyek pun, saya rasakan, untuk kalangan terbatas. Yaaahh...mungkin ini hanya perasaan saya saja. Maaf kalau salah dan sekiranya menyinggung pihak-pihak lain yang tidak saya sebutkan. Tapi saya skeptis. Why? Soalnya kurikulum yang dipake sekarang itu sudah kurikulum baru dan banyak potongan dari kurikulum lamanya. Jadi, bagaimana mau menambah kalau sudah dipotong-potong duluan? Walaupun kurikulum yang sekarang sudah disesuaikan dengan seluruh kampus Psikologi di Indonesia, tetap saja, saya senang membuat iri adik-adik kelas saya dua angkatan kebelakang yang tidak mandapatkan mata kuliah yang seru-seru karena perubahan kurikulum ini. :evilsmirk


Cup ah! Tulisan ini murni isi hati pribadi. Semoga tidak menyakiti karena saya hanya ingin berbagi mencari solusi untuk masalah hati.


RHA!
:D

Popular posts from this blog

OST. SECRET GARDEN (TxT)

Baek Ji Young – That Woman (백지영 - 그 여자) 한 여자가 그대를 사랑합니다 han yeojaga geudaerul saranghamnida One woman loves you 그 여자는 열심히 사랑합니다 geu yeojaneun yeolshimi saranghamnida She loves you with all her heart 매일 그림자처럼 그대를 따라다니며 maeil geurimjacheoreum geudaereul ddaradanimyeo Everyday she follows you like a shadow 그 여자는 웃으며 울고있어요 geu yeojaneun ooseumyeo oolgoisseoyo She is laughing but crying 얼마나 얼마나 더 너를 uhlmana uhlmana deo nuhreul How much more How much more 이렇게 바라만 보며 혼자 ireokae baramahn bomyuh honja Must I gaze at you like this alone 이 바람같은 사랑 이 거지같은 사랑 ee baramgateun sarang ee geojigateun sarang This meaningless love, this miserable love 계속해야 니가 나를 사랑 하겠니 gyaesokhaeya niga nareul sarang hagaetni Must I continue for you to love me 조금만 가까이 와 조금만 jogeumman gakkai wa jogeumman Come closer a little bit more 한발 다가가면 두 발 도망가는 hanbal dagagamyun doo bal domangganeun When I take a step closer, you run away with both feet 널 사랑하는 난 지금도 옆에 있어 nul saranghaneun nahn jigeumdo yeopae is

DUDUK DI DEPAN ITER/PEWAWANCARA (1)

grogi??? Hay dearest reader... Mumpung saya masih kepengin menulis jadi kita lanjutkan saja postingan nya. Kali ini saya berbagi tips dan pengalaman seputar wawancara. Berhubung banyak teman-teman yang bertanya tentang persiapan, pertanyaan, dan tampilan yang harus dibawa saat wawancara, mungkin ini dapat membantu.

Sudah 23 Masih Belum Bisa Menyetrika (Dengan Baik)

Kemarin umur saya bertambah, jadi 23. Usia pantas menikah untuk perempuan. Katanya orang-orang tua sih.... :D Saya memulai hari kemarin dengan hampir tidak tidur pada waktu dini hari. Kemudian hampir kesiangan untuk sahur. Sampai akhirnya hampir tidak melakukan apa-apa seharian. Usia 23 ini saya rasakan adalah usia yang sama seperti kata HAMPIR ini. Kalau orang bilang usia 23 itu usia yang matang untuk wanita dewasa, saya lebih memilih menuju atau hampir matang dengan menyelesaikan tugas perkembangan saya satu-persatu. Kalau ada yang bilang usia 23 ini wanita seharusnya sudah bisa hidup mandiri, saya hampir bisa, tinggal cari pendapatan tetap untuk menggenapi seluruh biaya hidup mandirinya. Kalau ada yang bilang usia 23 itu sudah sepantasnya menikah, sedangkan saya hampir  belum merasa ingin menikah. :D Setrikaan saya yang sudah berumur 6 tahun. Setelah solat subuh dan mengaji, saya memutuskan untuk tidur lagi karena malamnya saya baru tidur sebentar. Saya bangun sekitar jam