Judul : Marmut Merah Jambu
Pengarang : Raditya Dika
Penerbit : Bukune
Saya penasaran sama buku ini. Bukan karena pengarangnya, tapi lebih kepada ke-absurd-an yang dibuat oleh si pengarang. Saya, pribadi, merasa agak aneh melihat sosok Dika, seperti yang selalu dia bilang di dalam bukunya bagaimana orang lain melihat dia. Pandangan objektif saya melihat sosok Dika sebagai penulis muda yang banyak cara buat menghibur pembacanya. Saya termasuk pembaca buku-buku Dika, bukan blognya. Menurut saya blognya masih mentah dan kadang isinya 'kosong'. Sorry bung! Tapi bukumu saya sudah baca semua, termasuk yang teranyar. Entah mengapa, saya merasa bukunya lebih matang dan lebih enak 'disantap' dibandingkan blognya. Masa sih?
Untuk buku komedi saya punya lima kriteria. (1)Senyum; (2) Menahan tawa, ukurannya hhhmmpppffttt sampai hehehe; (3) Tertawa kecil, ukurannya hehehehe; (4) Lucu banget, ukurannya hahahaha; (5) Gokil abiiizzzz, lebih dari hahahahaha, sampai guling-guling atau pukul-pukul meja.
Ketika saya dengar bung Dika buat buku baru, saya penasaran mau baca. Saya mencari ke-absurd-an-ke-absurd-an khas bung Dika. Saya memang menemukannya, tapi sedikit. Sehingga menurut saya buku ini termasuk golongan 2 menurut kriteria saya. Tidak banyak ke-absurd-an ala buku-buku sebelumnya. Yah, walaupun yang paling crunchy adalah Cinta Brontosaurus. Favorit saya ternyata masih Kambing Jantan dan Babi Ngesot. Setelah saya selesai membaca MMJ, saya pikir, bukunya serius amat ya untuk buku-buku bung Dika?
Waktu selesai baca Kambing Jantan dan Babi Ngesot, saya capek, ketawa pastinya. Setelah selesai MMJ, saya bingung, udah nih? segini aja nih? Menurut saya, beberapa cerita tidak termasuk dengan tema cinta yang diusung. Jokes ala Dika juga tidak terlalu banyak. Buktinya saya hanya hehehe sebanyak 3 kali. Hanya 3 kali! Lumayan kecewa sih... ekspektasi saya terlalu besar ternyata.
Saya punya bagian favorit di buku MMJ ini, bab pertama dan bab terakhirnya. Bab pertama Dika menceritakan bagaimana kisah nasib dari orang yang jatuh cinta diam-diam. Mulai dari bengong ngeliatin orang yang kita suka, merasa bahwa kita dekat sama dia kalau kita papasan, telepon-telepon yang diputus begitu saja, sampai akhirnya shock karena penolakan tidak langsung. Hahay! Walaupun di buku ini sangat subjektif dari segi cowok, ketahuilah, para cewek pun mengalami hal yang sama! At least, saya pernah merasakan hal ini. Hahaha.
Bagian terakhirnya, saya suka kalimat terakhirnya;
"Dan hubungan kali ini, setiap kali gue memandangi dia, pertanyaan besar itu pun timbul: apakah sekarang saaatnya berhenti?"
Entah kenapa, bab terakhir ini agak menyentil kehidupan cinta saya yang sampai saat ini belum ada yang berhasil. Hahaha. Pengalaman-pengalaman itu sekarang agak membuat saya takut untuk memulai hubungan baru. Kalau saya dekat sama cowok, atau seenggaknya merasa ada cowok yang 'mendekat' sama saya, yang timbul di pikiran saya adalah : nanti (kalau sampai) akan berakhir seperti apa ya? Padahal dimulai saja ya belum begitu.... Akhirnya, saya lebih banyak menghindar. Saya nggak mau play victim, tapi akhirnya perasaan itu selalu ada. Pilihan saya sekarang, sendirian untuk waktu yang tidak ditentukan.Walaupun orang di rumah sudah bertanya-tanya, yah taulah apa yang berkaitan dengan hal ini. Sebentar, kok malah jadi curcol? Kan seharusnya kita bahas buku MMJ ini. Tak apalah... itung-itung ngelemesin pundak!
Namun secara keseluruhan buku ini lebih bagus segi story line dan pembawaan bahasanya dari yang kemaren-kemaren. Sekali lagi, walaupun jokes ala bung Dika berkurang jauh, buku ini lebih teratur dari buku-buku yang sebelumnya. Lebih matang, lebih dewasa. Saya seperti membaca Dika yang (sudah) tumbuh dewasa seiring pengalaman cintanya. Seperti kata dia di buku ini, ini lah yang dia coba tuliskan : manusia yang pacaran, manusia yang jatuh cinta, Dika yang jatuh cinta. Seperti itu, seperti (yang dikatakannya dalam) bukunya. Bagus untuk akhir minggu (saya bacanya di awal minggu) yang membosankan dan membutuhkan bacaan ringan untuk (mencoba) menghibur sepi.
RHA!
Pengarang : Raditya Dika
Penerbit : Bukune
Sampul bukunya |
Untuk buku komedi saya punya lima kriteria. (1)Senyum; (2) Menahan tawa, ukurannya hhhmmpppffttt sampai hehehe; (3) Tertawa kecil, ukurannya hehehehe; (4) Lucu banget, ukurannya hahahaha; (5) Gokil abiiizzzz, lebih dari hahahahaha, sampai guling-guling atau pukul-pukul meja.
Ketika saya dengar bung Dika buat buku baru, saya penasaran mau baca. Saya mencari ke-absurd-an-ke-absurd-an khas bung Dika. Saya memang menemukannya, tapi sedikit. Sehingga menurut saya buku ini termasuk golongan 2 menurut kriteria saya. Tidak banyak ke-absurd-an ala buku-buku sebelumnya. Yah, walaupun yang paling crunchy adalah Cinta Brontosaurus. Favorit saya ternyata masih Kambing Jantan dan Babi Ngesot. Setelah saya selesai membaca MMJ, saya pikir, bukunya serius amat ya untuk buku-buku bung Dika?
Waktu selesai baca Kambing Jantan dan Babi Ngesot, saya capek, ketawa pastinya. Setelah selesai MMJ, saya bingung, udah nih? segini aja nih? Menurut saya, beberapa cerita tidak termasuk dengan tema cinta yang diusung. Jokes ala Dika juga tidak terlalu banyak. Buktinya saya hanya hehehe sebanyak 3 kali. Hanya 3 kali! Lumayan kecewa sih... ekspektasi saya terlalu besar ternyata.
Saya punya bagian favorit di buku MMJ ini, bab pertama dan bab terakhirnya. Bab pertama Dika menceritakan bagaimana kisah nasib dari orang yang jatuh cinta diam-diam. Mulai dari bengong ngeliatin orang yang kita suka, merasa bahwa kita dekat sama dia kalau kita papasan, telepon-telepon yang diputus begitu saja, sampai akhirnya shock karena penolakan tidak langsung. Hahay! Walaupun di buku ini sangat subjektif dari segi cowok, ketahuilah, para cewek pun mengalami hal yang sama! At least, saya pernah merasakan hal ini. Hahaha.
Bagian terakhirnya, saya suka kalimat terakhirnya;
"Dan hubungan kali ini, setiap kali gue memandangi dia, pertanyaan besar itu pun timbul: apakah sekarang saaatnya berhenti?"
Entah kenapa, bab terakhir ini agak menyentil kehidupan cinta saya yang sampai saat ini belum ada yang berhasil. Hahaha. Pengalaman-pengalaman itu sekarang agak membuat saya takut untuk memulai hubungan baru. Kalau saya dekat sama cowok, atau seenggaknya merasa ada cowok yang 'mendekat' sama saya, yang timbul di pikiran saya adalah : nanti (kalau sampai) akan berakhir seperti apa ya? Padahal dimulai saja ya belum begitu.... Akhirnya, saya lebih banyak menghindar. Saya nggak mau play victim, tapi akhirnya perasaan itu selalu ada. Pilihan saya sekarang, sendirian untuk waktu yang tidak ditentukan.Walaupun orang di rumah sudah bertanya-tanya, yah taulah apa yang berkaitan dengan hal ini. Sebentar, kok malah jadi curcol? Kan seharusnya kita bahas buku MMJ ini. Tak apalah... itung-itung ngelemesin pundak!
Namun secara keseluruhan buku ini lebih bagus segi story line dan pembawaan bahasanya dari yang kemaren-kemaren. Sekali lagi, walaupun jokes ala bung Dika berkurang jauh, buku ini lebih teratur dari buku-buku yang sebelumnya. Lebih matang, lebih dewasa. Saya seperti membaca Dika yang (sudah) tumbuh dewasa seiring pengalaman cintanya. Seperti kata dia di buku ini, ini lah yang dia coba tuliskan : manusia yang pacaran, manusia yang jatuh cinta, Dika yang jatuh cinta. Seperti itu, seperti (yang dikatakannya dalam) bukunya. Bagus untuk akhir minggu (saya bacanya di awal minggu) yang membosankan dan membutuhkan bacaan ringan untuk (mencoba) menghibur sepi.
RHA!