Kali ini saya ingin membahas sesuatu yang berkaitan dengan negara. Wow....Berat nih kayaknya!
Eits, mau kemana?
Jangan pergi dulu!
Soalnya hal ini mungkin adalah hal penting yang harus kawan-kawan cermati sebagai generasi muda. Hal ini membutuhkan pemahaman lebih dan pengertian yang jelas sehingga nantinya tidak timbul omongan publik yang keliru. Hal yang akan saya bahas adalah masalah REDENOMINASI.
Beberapa hari yang lalu saya pernah mendengar bahwa PakGub BI mengeluarkan wacana untuk menyederhanakan nilai mata uang rupiah kita pada 3 digit nol dibelakang. Penyederhanaan inilah yang disebut Redenominasi. Apa sih maksudnya?
Begini, sudah disebutkan kalau Redenominasi itu adalah penyederhanaan nilai mata uang maupun satuan harga. Nah, hal ini dibarengi dengan tidak adanya pengurangan dari nilai mata uang tersebut. Contoh, uang 1.000 rupiah akan disebut 1 rupiah saja, kemudian 10.000 adalah 10 rupiah, 300.000 adalah 300 rupiah. Jadi kalau nanti mau membeli barang seharga 300.000 rupiah membayar pakai pecahan yang lama, nilainya sama dengan uang pecahan baru 300 rupiah. Mengerti? Belum nampaknya....
Tujuannya apa? Ngaruh ya sama kesejahteraan rakyat yang nggak juga sejahtera-sejahtera ini? Nanti kejadian lagi seperti tahun 1959?
Nah, redenominasi ini berbeda dengan Senering. Indonesia memiliki sejarah buruk dengan Senering di tahun 1959. Ketika itu pemerintah dengan tiba-tiba memutuskan untuk memotong nilai rupiah. Pengertian senering sendiri yaitu pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. Ini sangat menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. Sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi). Contohnya begini, misalnya gaji teman-teman yang bekerja sekarang 5 juta rupiah, kemudian tiba-tiba pemerintah melakukan kebijakan Senering, dan semua nilai mata uang menjadi 1/100nya. Berarti teman-teman hanya menerima gaji 50ribu sebulan. Sedangkan harga pasar tidak mengalami perubahan. Kebayang kan apa yang bisa dilakukan hanya dengan uang 50ribu sebulan? Ini adalah peristiwa yang terjadi di tahun 1959 itu.
Menurut saya pribadi, waktu 5-10 tahun yang digunakan untuk penelitian Redenominasi ini bisa saja menjadi kenyataan. Saya sendiri merasa kalau Redenominasi ini bisa membawa kondisi perekonomian yang lebih baik. Soalnya, nilai mata uang kita itu sekarang yang terbesar, bersama-sama dengan Vietnam, di dunia lho! Mungkin ini antisipasi biar nggak kena inflasi parah kali yaa....
Ada contohnya nggak? Jangan teori aja donk...
Ada.Ada. Contoh sukses redenominasi memang pernah terjadi di Turki, Rumania dan Zimbabwe. Pada 2005, Turki memotong enam digit pada nominal mata uangnya. Saat itu, satu juta lira (uang Turki lama) sama dengan satu lira uang baru (YTL). Turki menyiapkan kebijakan ini sampai 10 tahun. Tahun yang sama, Rumania meniru kesuksesan Turki. Pada 1 Juli 2005, Rumania memperkenalkan lei baru (RON) yang senilai 10 ribu lei lama (ROL). Negara itu mengeluarkan pecahan 100 lei baru yang menggantikan 1 juta lei, pecahan terbesar saat itu. Setelah redenominasi, nilai tukar mereka terhadap dolar AS menjadi 2,98 lei baru. Gubernur Bank Nasional Rumania Mugur Isrescu terpaksa memotong lei karena tingginya inflasi di negara itu. Di Zimbabwe, pada pertengahan 2008, bank sentral Zimbabwe juga memangkas nominal uang dari 10 miliar Zimbabwe menjadi satu dolar Zimbabwe. Pemotongan ini menyusul hiperinflasi hingga 2,2 juta persen. Namun, gara-gara itu, harga barang malah naik drastis. Setahun kemudian dilakukan penyederhanaan lagi. Pemotongan nominal lebih banyak hingga 12 digit. Satu triliun Zimbabwe menjadi satu dolar Zimbabwe.
Wacana dari PakGub BI kemarin memang sudah menuai kontroversi dari berbagai pihak. Mulai dari tingginya biaya untuk persiapan Redenominasi, kebutuhan yang tidak tepat untuk redenominasi, sampai kekhawatiran yang tertukar dengan kejadian Senering. Namun, tidak sedikit yang juga menganggap hal ini dalam sisi positifnya. Apalagi nantinya mata uang rupiah akan bisa disejajarkan dengan mata uang dunia lainnya. Satu hal yang pasti, kebijakan ini masih kajian internal, dan keputusan Redenominasi ini bukan di tangan BI.
Nah, kalau begitu, kita pasang telinga saja ya sambil mengikuti perkembangan berita selanjutnya... Seneng kan kalau nantinya nilai rupiah naik dan harga-harga jadi terasa tidak semahal sekarang??
Read Happily All!
:D
*dari berbagai sumber.
Eits, mau kemana?
Jangan pergi dulu!
Soalnya hal ini mungkin adalah hal penting yang harus kawan-kawan cermati sebagai generasi muda. Hal ini membutuhkan pemahaman lebih dan pengertian yang jelas sehingga nantinya tidak timbul omongan publik yang keliru. Hal yang akan saya bahas adalah masalah REDENOMINASI.
Beberapa hari yang lalu saya pernah mendengar bahwa PakGub BI mengeluarkan wacana untuk menyederhanakan nilai mata uang rupiah kita pada 3 digit nol dibelakang. Penyederhanaan inilah yang disebut Redenominasi. Apa sih maksudnya?
Begini, sudah disebutkan kalau Redenominasi itu adalah penyederhanaan nilai mata uang maupun satuan harga. Nah, hal ini dibarengi dengan tidak adanya pengurangan dari nilai mata uang tersebut. Contoh, uang 1.000 rupiah akan disebut 1 rupiah saja, kemudian 10.000 adalah 10 rupiah, 300.000 adalah 300 rupiah. Jadi kalau nanti mau membeli barang seharga 300.000 rupiah membayar pakai pecahan yang lama, nilainya sama dengan uang pecahan baru 300 rupiah. Mengerti? Belum nampaknya....
Tujuannya apa? Ngaruh ya sama kesejahteraan rakyat yang nggak juga sejahtera-sejahtera ini? Nanti kejadian lagi seperti tahun 1959?
banyak banget duitnya....@-@ |
Redenominasi yang diwacanakan BI itu adalah suatu usaha penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. Baiknya adalah tidak akan ada kerugian karena daya beli tetap sama. Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan. Redenominasi dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali. Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Maka dari, ini adalah rencana 5-10 tahun mendatang dan juga supaya tidak terjadi pergolakan di masyarakat. So, jangan dulu langsung memutuskan bahwa Redenominasi ini merugikan ya....Nah, sabar... Makanya jangan kemana-kemana. Nikmati saja dulu apa yang saya tulis, baru setelah itu bebas deh kalau mau melakukan hal-hal yang lain lagi.
Nah, redenominasi ini berbeda dengan Senering. Indonesia memiliki sejarah buruk dengan Senering di tahun 1959. Ketika itu pemerintah dengan tiba-tiba memutuskan untuk memotong nilai rupiah. Pengertian senering sendiri yaitu pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. Ini sangat menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. Sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi). Contohnya begini, misalnya gaji teman-teman yang bekerja sekarang 5 juta rupiah, kemudian tiba-tiba pemerintah melakukan kebijakan Senering, dan semua nilai mata uang menjadi 1/100nya. Berarti teman-teman hanya menerima gaji 50ribu sebulan. Sedangkan harga pasar tidak mengalami perubahan. Kebayang kan apa yang bisa dilakukan hanya dengan uang 50ribu sebulan? Ini adalah peristiwa yang terjadi di tahun 1959 itu.
Menurut saya pribadi, waktu 5-10 tahun yang digunakan untuk penelitian Redenominasi ini bisa saja menjadi kenyataan. Saya sendiri merasa kalau Redenominasi ini bisa membawa kondisi perekonomian yang lebih baik. Soalnya, nilai mata uang kita itu sekarang yang terbesar, bersama-sama dengan Vietnam, di dunia lho! Mungkin ini antisipasi biar nggak kena inflasi parah kali yaa....
Ada contohnya nggak? Jangan teori aja donk...
Ada.Ada. Contoh sukses redenominasi memang pernah terjadi di Turki, Rumania dan Zimbabwe. Pada 2005, Turki memotong enam digit pada nominal mata uangnya. Saat itu, satu juta lira (uang Turki lama) sama dengan satu lira uang baru (YTL). Turki menyiapkan kebijakan ini sampai 10 tahun. Tahun yang sama, Rumania meniru kesuksesan Turki. Pada 1 Juli 2005, Rumania memperkenalkan lei baru (RON) yang senilai 10 ribu lei lama (ROL). Negara itu mengeluarkan pecahan 100 lei baru yang menggantikan 1 juta lei, pecahan terbesar saat itu. Setelah redenominasi, nilai tukar mereka terhadap dolar AS menjadi 2,98 lei baru. Gubernur Bank Nasional Rumania Mugur Isrescu terpaksa memotong lei karena tingginya inflasi di negara itu. Di Zimbabwe, pada pertengahan 2008, bank sentral Zimbabwe juga memangkas nominal uang dari 10 miliar Zimbabwe menjadi satu dolar Zimbabwe. Pemotongan ini menyusul hiperinflasi hingga 2,2 juta persen. Namun, gara-gara itu, harga barang malah naik drastis. Setahun kemudian dilakukan penyederhanaan lagi. Pemotongan nominal lebih banyak hingga 12 digit. Satu triliun Zimbabwe menjadi satu dolar Zimbabwe.
Wacana dari PakGub BI kemarin memang sudah menuai kontroversi dari berbagai pihak. Mulai dari tingginya biaya untuk persiapan Redenominasi, kebutuhan yang tidak tepat untuk redenominasi, sampai kekhawatiran yang tertukar dengan kejadian Senering. Namun, tidak sedikit yang juga menganggap hal ini dalam sisi positifnya. Apalagi nantinya mata uang rupiah akan bisa disejajarkan dengan mata uang dunia lainnya. Satu hal yang pasti, kebijakan ini masih kajian internal, dan keputusan Redenominasi ini bukan di tangan BI.
Nah, kalau begitu, kita pasang telinga saja ya sambil mengikuti perkembangan berita selanjutnya... Seneng kan kalau nantinya nilai rupiah naik dan harga-harga jadi terasa tidak semahal sekarang??
Read Happily All!
:D
*dari berbagai sumber.