Bukan curhat, bukan sihir.
Gara-gara tadi menonton Eagle Awards Finalist Bandung di Metro TV tentang HONG, saya jadi mengingat-ingat Rumah Impian yang sudah pernah saya buat di angan-angan.
HONG itu apa?
HONG itu komunitas orang-orang yang melestarikan permainan dan mainan tradisional Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Komunitas ini terbentuk karena keprihatinan orang-orang di dalamnya yang melihat bahwa anak-anak jaman sekarang tidak memiliki permainan yang cukup memadai untuk menunjang seluruh aspek-aspek perkembangannya seperti, motorik, emosi, dan relasi. Lahan bermain sudah berkurang cukup banyak karena orang-orang lebih memilih menjual tanahnya dan kemudian menikmati hasilnya (uang). Permainan-permainan tradisional dirasakan sangat edukatif dan menunjang semua kebutuhan anak dalam aspek perkembangannya dibandingkan dengan permainan jaman sekarang seperti video game. Film ini syutingnya di Desa Pakar di daerah Dago Atas nampaknya.Dekatlah Agak jauh juga dari kosan saya.
Nah, ketika melihat anak-anak di komunitas itu bermain dengan riang gembira, cerah ceria, berbagi suka, dan bersenang-senang, saya teringat masa kecil saya sendiri. Saya termasuk anak yang menikmati berlari-lari, jatuh berkali-kali, dan berguling-guling di lahan bermain. Entah itu kebun orang, lapangan bola, lapangan sekolah, halaman rumah, dimana saja asal bisa main. Tayangan ini juga mengingatkan saya akan sebuah Rumah Impian yang pernah saya buat di angan-angan. SAYA HARUS PUNYA RUMAH DENGAN HALAMAN BERMAIN.
Rumah saya sendiri bisa dibilang luas, waktu saya masih kecil terasanya luaaassss sekali. Sekarang sih nggak terlalu.Halaman depan tadinya tanah dan berumput. Karena satu dan lain hal, Papap memutuskan untuk mem-paving kecuali beberapa spot sebagai tempat resapan air. Halaman belakang pun luas, tapi dipakai untuk tempat jemuran danberkebun menanam beberapa pohon. Rumah saya juga banyak pohonnya, jadi sangat-sangat-sangat adem dan nyaman untuk berada di dalam rumah ketika hari bersinar terik dan puanasnya minta ampun! Rumah saya ini adalah kurang lebih MODEL dari Rumah Impian saya.
Rumah buat saya adalah tempat untuk pulang. Pulang dari manapun, secara kiasan maupun harfiah. Jadi, rumah yang nantinya saya tempati haruslah bisa disebut 'tempat untuk pulang'. Bentuknya tidak perlu yang terlalu modern. Saya malah lebih suka yang agak sedikit tradisional seperti Joglo.
Bagian terpenting di rumah, kalau merujuk dari pelajaran PKK jaman saya masih esde adalah kamar mandi dan tempat pembuangan akhir. Saya sangat setuju dengan ini. Bagian kedua terpenting menurut saya adalah dapur. Ah, saya akan memasukkan dapur ini di dalam mas kawin kalau saya menikah nanti. Sudah saya rencanakan dari jaman SMA. "Seperangkat alat solat dan alat dapur di bayar tunai!", lucu kan? 6(*.*)
Kenapa dapur? Menurut saya dapur itu inti dari rumah. Dapur yang menyatu dengan ruang makan lebih baik. Kebutuhan primer yang paling utama dari setiap penghuni rumah adalah makanan. Banyak percakapan-percakapan penting terjadi di dapur. Banyak kejadian-kejadian penting terjadi di ruang makan. Interaksi penghuni rumah banyak terjadi disini. Setidaknya seperti itu yang terjadi di rumah saya, Selain itu, dapur mungkin adalah tempat dimana saya akan menghabiskan waktu saya kalau ada di rumah, jadi saya harus berada di tempat yang menurut saya benar-benar nyaman. Warna dapurnya dominan coklat atau hijau (ini sih dapur saya di rumah!). Seperti tokoh Akane dalam buku Kitchen oleh Banana Yoshimoto. Di dapur dia menemukan kenyamanan dari perasaan sedih, kesendirian, ketakutan, dan keterasingan dunia. Di dapur juga dia menemukan cintanya. *halah!*
Lalu, rumah saya nanti harus ada ruang belajar plus perpustakaan. Kalau bisa ruangnya yang besar. Namanya saja ruang belajar, ruang mengeksplorasi. Ruang dengan lemari-lemari besar yang menempel di dinding dengan deretan buku-buku yang banyak beraneka ragam jenisnya.Ensiklopedia, sejarah, novel, biografi, bundel majalah, komik, semua jenis buku. Dekornya cukup coklat-oranye-kuning dengan wallpaper bergambar alam yang berwarna-warni. Sofa yang dibuat senada dengan wallpapernya juga menarik.
Selebihnya standar, ruang keluarga, kamar tidur, ruang tamu, pantry, dan lain-lain. Kalau bisa menentukan semuanya, saya mau rumahnya menghadap ke timur. Katanya FengShui, rumah yang menghadap timur itu penuh berkah. Percaya nggak percaya sih, tapi menurut saya, rumah yang mengarah ke timur itu hawanya sejuk, jarang panas, dan intensitas cahaya di dalam rumah baik. Kalau bisa, saya ingin punya rumah yang didominasi kayu. :-D
Untuk di luar, halaman bermain itu penting untuk dibuat, seperti yang sudah saya katakan di atas. Halaman depan bisa dipenuhi dengan tanaman supaya sejuk, ditumbuhi rumput gajah yang kalau sudah berkembang kita bisa guling-guling di tanah. :-P Di halaman belakang, inginnya ada gazeebo, ada kolam, atau setidaknya buat sebuah landscape yang ada aliran airnya. Modelnya kalau bisa seperti kolam air di Jepang. *yihaaaa!* Ayunan juga dianjurkan tapi yang tipe family, bukan tipe kindergarten. Anak-anak saya harus bebas berlari di area rumahnya sendiri. Lalu ada sedikit space untuk menanam sayuran sendiri, kebun kecil yang bisa memproduksi pangan sekari-hari.
Yah, ini adalah gambaran Rumah Impian saya. Rumah tempat untuk pulang. Rumah tempat untuk berkumpul dan bertemu dengan anggota keluarga yang setiap aspek dan sudutnya bisa memfasilitasi hal tersebut. Rumah yang bisa memberikan kebutuhan-kebutuhan penghuninya dengan penuh cinta. *halah!*
Kalau nanti uang saya sudah banyak, saya pasti akan buat satu yang seperti ini. Kalau bisa, yang tidak terlalu di pusat kota, apalagi di pinggir jalan besar. Bising. Saya tidak suka kebisingan soalnya.
Sekian dulu. Tidak perlu berpanjang-panjang karena ini bukan curhat. Apalagi sihir.
Ini mimpi, ini fantasi.
Read Happily All.
Enjoy!
Gara-gara tadi menonton Eagle Awards Finalist Bandung di Metro TV tentang HONG, saya jadi mengingat-ingat Rumah Impian yang sudah pernah saya buat di angan-angan.
HONG itu apa?
HONG itu komunitas orang-orang yang melestarikan permainan dan mainan tradisional Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Komunitas ini terbentuk karena keprihatinan orang-orang di dalamnya yang melihat bahwa anak-anak jaman sekarang tidak memiliki permainan yang cukup memadai untuk menunjang seluruh aspek-aspek perkembangannya seperti, motorik, emosi, dan relasi. Lahan bermain sudah berkurang cukup banyak karena orang-orang lebih memilih menjual tanahnya dan kemudian menikmati hasilnya (uang). Permainan-permainan tradisional dirasakan sangat edukatif dan menunjang semua kebutuhan anak dalam aspek perkembangannya dibandingkan dengan permainan jaman sekarang seperti video game. Film ini syutingnya di Desa Pakar di daerah Dago Atas nampaknya.
Nah, ketika melihat anak-anak di komunitas itu bermain dengan riang gembira, cerah ceria, berbagi suka, dan bersenang-senang, saya teringat masa kecil saya sendiri. Saya termasuk anak yang menikmati berlari-lari, jatuh berkali-kali, dan berguling-guling di lahan bermain. Entah itu kebun orang, lapangan bola, lapangan sekolah, halaman rumah, dimana saja asal bisa main. Tayangan ini juga mengingatkan saya akan sebuah Rumah Impian yang pernah saya buat di angan-angan. SAYA HARUS PUNYA RUMAH DENGAN HALAMAN BERMAIN.
Rumah saya sendiri bisa dibilang luas, waktu saya masih kecil terasanya luaaassss sekali. Sekarang sih nggak terlalu.Halaman depan tadinya tanah dan berumput. Karena satu dan lain hal, Papap memutuskan untuk mem-paving kecuali beberapa spot sebagai tempat resapan air. Halaman belakang pun luas, tapi dipakai untuk tempat jemuran dan
Rumah buat saya adalah tempat untuk pulang. Pulang dari manapun, secara kiasan maupun harfiah. Jadi, rumah yang nantinya saya tempati haruslah bisa disebut 'tempat untuk pulang'. Bentuknya tidak perlu yang terlalu modern. Saya malah lebih suka yang agak sedikit tradisional seperti Joglo.
Bagian terpenting di rumah, kalau merujuk dari pelajaran PKK jaman saya masih esde adalah kamar mandi dan tempat pembuangan akhir. Saya sangat setuju dengan ini. Bagian kedua terpenting menurut saya adalah dapur. Ah, saya akan memasukkan dapur ini di dalam mas kawin kalau saya menikah nanti. Sudah saya rencanakan dari jaman SMA. "Seperangkat alat solat dan alat dapur di bayar tunai!", lucu kan? 6(*.*)
Kenapa dapur? Menurut saya dapur itu inti dari rumah. Dapur yang menyatu dengan ruang makan lebih baik. Kebutuhan primer yang paling utama dari setiap penghuni rumah adalah makanan. Banyak percakapan-percakapan penting terjadi di dapur. Banyak kejadian-kejadian penting terjadi di ruang makan. Interaksi penghuni rumah banyak terjadi disini. Setidaknya seperti itu yang terjadi di rumah saya, Selain itu, dapur mungkin adalah tempat dimana saya akan menghabiskan waktu saya kalau ada di rumah, jadi saya harus berada di tempat yang menurut saya benar-benar nyaman. Warna dapurnya dominan coklat atau hijau (ini sih dapur saya di rumah!). Seperti tokoh Akane dalam buku Kitchen oleh Banana Yoshimoto. Di dapur dia menemukan kenyamanan dari perasaan sedih, kesendirian, ketakutan, dan keterasingan dunia. Di dapur juga dia menemukan cintanya. *halah!*
Lalu, rumah saya nanti harus ada ruang belajar plus perpustakaan. Kalau bisa ruangnya yang besar. Namanya saja ruang belajar, ruang mengeksplorasi. Ruang dengan lemari-lemari besar yang menempel di dinding dengan deretan buku-buku yang banyak beraneka ragam jenisnya.Ensiklopedia, sejarah, novel, biografi, bundel majalah, komik, semua jenis buku. Dekornya cukup coklat-oranye-kuning dengan wallpaper bergambar alam yang berwarna-warni. Sofa yang dibuat senada dengan wallpapernya juga menarik.
Selebihnya standar, ruang keluarga, kamar tidur, ruang tamu, pantry, dan lain-lain. Kalau bisa menentukan semuanya, saya mau rumahnya menghadap ke timur. Katanya FengShui, rumah yang menghadap timur itu penuh berkah. Percaya nggak percaya sih, tapi menurut saya, rumah yang mengarah ke timur itu hawanya sejuk, jarang panas, dan intensitas cahaya di dalam rumah baik. Kalau bisa, saya ingin punya rumah yang didominasi kayu. :-D
Untuk di luar, halaman bermain itu penting untuk dibuat, seperti yang sudah saya katakan di atas. Halaman depan bisa dipenuhi dengan tanaman supaya sejuk, ditumbuhi rumput gajah yang kalau sudah berkembang kita bisa guling-guling di tanah. :-P Di halaman belakang, inginnya ada gazeebo, ada kolam, atau setidaknya buat sebuah landscape yang ada aliran airnya. Modelnya kalau bisa seperti kolam air di Jepang. *yihaaaa!* Ayunan juga dianjurkan tapi yang tipe family, bukan tipe kindergarten. Anak-anak saya harus bebas berlari di area rumahnya sendiri. Lalu ada sedikit space untuk menanam sayuran sendiri, kebun kecil yang bisa memproduksi pangan sekari-hari.
Yah, ini adalah gambaran Rumah Impian saya. Rumah tempat untuk pulang. Rumah tempat untuk berkumpul dan bertemu dengan anggota keluarga yang setiap aspek dan sudutnya bisa memfasilitasi hal tersebut. Rumah yang bisa memberikan kebutuhan-kebutuhan penghuninya dengan penuh cinta. *halah!*
Kalau nanti uang saya sudah banyak, saya pasti akan buat satu yang seperti ini. Kalau bisa, yang tidak terlalu di pusat kota, apalagi di pinggir jalan besar. Bising. Saya tidak suka kebisingan soalnya.
Sekian dulu. Tidak perlu berpanjang-panjang karena ini bukan curhat. Apalagi sihir.
Ini mimpi, ini fantasi.
Read Happily All.
Enjoy!